Pelajar Perempuan di Jogja Diajak Ambil Bagian Atasi Diskriminasi Gender

1 min read

KADINDIY – Diskriminasi gender atau kesetaraan gender menjadi salah satu permasalahan yang menjadi PR bagi banyak pihak. Di era modern ini, masalah tersebut nyatanya masih dirasakan oleh para siswi perempuan di Yogyakarta.

Hal ini diungkapkan oleh Chairwoman EdHeroes Asia, Farhannisa Nasution dalam kegiatan Girls Camp Yogyakarta ‘Get Her Story in History’. Puluhan pelajar perempuan di Yogyakarta itu menuliskan bahwa kesetaraan gender masih jadi salah satu permasalahan di sekolah mereka.

“Kita melihat di era sekarang ini anak perempuan sudah punya kecenderungan untuk bisa membuktikan diri mereka dalam hal prestasi,” ujarnya, Selasa (14/3/2023).

Kegiatan ini mewadahi ide-ide para pelajar perempuan di Yogyakarta untuk ambil bagian dalam selesaikan permasalahan tersebut di sekolah maupun lingkungan tinggal mereka. Para siswi diajak untuk membuat peta masalah yang ada di sekolah.

Tak hanya kesetaraan gender, sederet masalah lain pun disebutkan. Seperti hedonisme, pernikahan dini, bullying, hingga akses pendidikan.

“Harapannya anak-anak ini jadi agent of change. Di sini mereka merumuskan apa sih yang jadi keresahan mereka dan bagaimana solusinya ketika sudah selesai, dan jadi sebuah gerakan yang mereka inisiasi sendiri,” katanya.

Bicara soal pendidikan, menurutnya pendidikan tak melulu soal pendidikan formal dan hardskill. Tetapi juga bagaimana bakat mereka terasah, soft skill menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi mereka. Ia pun lantas memberikan pesan pada para siswi.

“Mereka bisa mencapai versi terbaik dari diri sendiri. Itu yang penting. Dunia ini bukan ttg kompetisi, kompetisi terbesar dengan diri sendiri,” tegasnya.

Putri Sulung Keraton Yogyakarta, GKR Mangkubumi, bercerita bahwa soal kesetaraan gender bukan masalah baru di Yogyakarta. Tak hanya di lingkungan pendidikan, di lingkungan kerja pun masalah itu masih ada.

Menurutnya perlu ada kekompakan antar siswi untuk mengatasi permasalahan ini. Bila ada rekan yang jadi korban, maka teman yang lain perlu memberikan dukungan dan bantuan.

“Cari solusi jangan di medsos, nanti jadi salah,” imbaunya.

GKR Mangkubumi mengungkapkan bahwa saat ini diskusi dengan psikolog bukan menjadi hal yang tabu. Keraguan anak untuk bercerita pada orang tua jadi salah satu alasan mengapa curhat ke psikologi bisa jadi pertimbangan.

“Sekarang diskusi dengan psikolog jadi hal yang biasa. Karena anak tidak semua bisa leluasa bercerita ke orang tua,” katanya.

Yogyakarta yang menjadi daerah istimewa tak semata-mata hanya karena budayanya saja. Tetapi karena masyarakat yang tinggal di dalamnya. Ia masih sering menemui banyak orang yang menyebut Jogja menjadi daerah yang istimewa karena memiliki Keraton Yogyakarta.

“Bukan Jogja istimewa karena punya Keraton. Tapi kita sendiri. Mulai dari kita punya gotong royong, ewuh pekewuh, dan lain sebagainya,” ujarnya.

“Mari kita pertahankan jogja debgan budaya yg benar-benar istimewa,” lanjut GKR Mangkubumi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *